SHARE

Foto: Antara

CARAPANDANG.COM - Wakil Ketua DPR RI M Azis Syamsuddin menyebutkan ada tiga model kejahatan berat, yakni narkoba, cyber crime dan terorisme mengancam serta menggerogoti Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

M Azis Syamsuddin dalam keterangan persnya diterima di Jakarta, Jumat, mengatakan, selain menggerogoti kekuatan dan cita-cita bangsa, tiga kejahatan ini bahkan sudah menjadi bisnis haram yang bentuknya begitu kentara di depan mata.

Azis Syamsuddin menyampaikan hal itu usai melihat lokasi ledakan bom bunuh diri di depan Gereja Katredal dan korban ledakan di RS Bhayangkara, Makassar, Sulawesi Selatan.

"Tiga kejahatan ini tumbuh subur. Setiap hari, kita disajikan satu dari tiga kejahatan ini berselancar di layar kaca. Ini fakta, dan ingat narkoba maupun cyber-terrorism bukan sebatas kejahatan internasional melainkan menjadi kejahatan transnasional," katanya.

Toleransi dan nilai kebangsaan sebagai pondasi nantinya bisa tergerus karena masifnya tiga kejahatan ini. Kelompok yang memainkan bisnis haram itu memodifikasi kemasan setiap hari.

"Cirinya mampu mengubah diri dalam memainkan pola kejahatan. Itu poin yang saya cermati," kata Azis.

Gambaran konkret tiga kejahatan tersebut terlihat dengan munculnya kasus penangkapan baik kurir, hingga bandar narkoba. Setiap hari muncul ujaran kebencian di media sosial hingga memantik laporan ke pihak berwajib.

"Dan paling parah, meluasnya sebaran aksi teror yang menimbulkan korban jiwa dan ketakutan di masyarakat," ucap Azis Syamsuddin.

Bagi politisi kelahiran 31 Juli 1970 ini, munculnya Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) yang mengklaim bertanggungjawab atas aksi bom bunuh diri di berbagai daerah di Indonesia bukan fakta apalagi fenomena baru.

Sindikasi yang terbentuk lewat afiliasi dengan kelompok Jamaah Anshar Daulah (JAD) maupun individu yang tidak mengikat secara struktur, adalah siklus yang begitu mencolok keberadaanya.

"Jika kita kaitkan peristiwa Makassar dan aksi teror disusul penangkapan terduga teroris di sejumlah daerah dan aksi teror di Mabes Polri, sudah cukup menjadi bukti, bahwa ini kejahatan yang paling menggerus energi bangsa," kata Azis.

Dampaknya, lanjut Azis, tidak hanya sisi ekonomi saja yang terpukul, atau pun soal hak hidup masyarakat di alam demokrasi, tapi kejahatan ini juga berupaya mengubah aturan-aturan hukum yang berlaku, baik hukum di internasional, maupun nasional.

"Regulasi dituntut adil, dituntut mampu membawa pada siklus era digital. Dan tak urung menimbulkan perdebatan yang berujung pergeseran terhadap tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintah maupun DPR. Ini siklus yang saya cermati," katanya.

Dia menambahkan, sejak fenomena terorisme menjadi diskusi dalam skala internasional, perkembangan era globalisasi ikut mempengaruhi perkembangan gerakan terorisme.

"Globalisasi berpengaruh terhadap gerakan tiga kejahatan ini. Kehadiran internet makin menguntungkan cara kerja mereka, komunikasi antar negara atau antar benua yang berbasis transmission control protocol atau protokol internet mempermudah praktik yang dilakukan," katanya.

Dengan adanya internet sebagai “the network of the networks” ke seluruh dunia, membuat terciptanya suatu ruang atau dunia baru, yakni ruang siber.

"Jaringan internet ini dimanfaatkan oleh para pelaku terorisme untuk menunjang kegiatan teroris mereka, yang dikenal dengan terrorist use the internet," kata Azis.

Menurut Azis, para pelaku kejahatan berat saling berkomunikasi mencari pendukung dengan menyebarkan propaganda lewat situs-situs internet menjadi aktivitas rutin mereka.

Tiga kejahatan tersebut mampu mengendalikan jaringan dengan menyebarkan atau menditribusikan informasi baik foto, audio, video, dan perangkat lunak. Aziz menyebutkan begitu mudah publik mencari informasi untuk kegiatan terorisme yang selalu mengatasnamakan jihad.

"Kelompok-kelompok teroris termasuk kelompok Hizbullah, Hamas dan Al-Qaedah menggunakan computerized files, e-mail, dan encryption (perlindungan) untuk mendukung operasi mereka," ucapnya.

Secara etimologis, terorisme menghalalkan kekejaman, dan tindakan kekerasan. Penggunaan ancaman kekerasan untuk mengintimidasi atau menyebabkan kepanikan menjadi alat untuk mempengaruhi perilaku politik, dan hal itu kini begitu terasa.

Wakil Ketua DPR RI bidang Korpolkam ini meminta, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) benar-benar menyadari fakta-fakta ini.

Undang-Undang, regulasi maupun tata aturan sudah memadai untuk bersikap. Kemenkominfo tentunya mampu bergerak aktif untuk menangkal tiga kejahatan itu dengan langkah tegas dan kemampuan SDM,

"Gandeng perangkat hukum, baik Kepolisian, TNI maupun penggiat lainnya. Ini salah satu cara untuk menghentikan tiga kejahatan yang kerap memanfaatkan keleluasaan jaringan digital. Negara tidak boleh kalah," ujarnya.