SHARE

Istimewa

CARAPANDANG - Epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan varian Omicron telah menciptakan sebuah fenomena denominator yang terjadi pada masyarakat saat pandemi COVID-19 berlangsung.

“Harus diingat karena ini adalah infeksi yang cepat, maka dampak-dampak yang tadinya di Delta mungkin tidak terlihat, tapi sekarang bisa terlihat. Misalnya kasus kesakitan dan kematian pada anak bisa tinggi dan kematian pada orang dewasa juga bisa tinggi,” kata Dicky di Jakarta, Selasa (15/2/2022).

Dicky menuturkan fenomena denominator merupakan kondisi di mana orang yang terinfeksi COVID-19 berjumlah sangat banyak dan membuat proporsi orang yang sakit di rumah sakit atau meninggal dunia menjadi jauh lebih terlihat dan lebih besar bila tidak cepat dilindungi.

Munculnya denominator di Indonesia disebabkan karena strategi penanganan pandemi COVID-19 yang dijalankan oleh pemerintah dirasa belum cukup kuat juga sedikit terlambat dilakukan, meskipun kini Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 3 kembali diterapkan.

“PPKM cukup dilakukan pada level 3, mungkin pada beberapa kondisi atau daerah bisa saja disiapkan PPKM level 4. Tapi tiga itu sudah cukup karena PPKM itu payung saja dan jadi strategi tambahan,” ujar Dicky yang juga peneliti pandemi sekaligus global security health itu.

Menurut Dicky, saat ini pemerintah tidak perlu lagi untuk melakukan penerapan PPKM darurat ataupun lock down seperti pada saat terjadinya Delta, karena dapat menimbulkan kerugian baik dari segi sosial, ekonomi serta politik.

Namun, pemerintah harus memahami bahwa diterapkannya PPKM seharusnya bisa dijadikan momentum untuk mengakselerasi percepatan vaksinasi sekaligus memperkuat pelacakan kasus melalui 3T (testing, tracing, treatment).

Halaman :